Bayangan Ibu Di Alam Mimpi: Sebuah Kisah Tentang Rindu Dan Perpisahan

Bayangan Ibu di Alam Mimpi: Sebuah Kisah Tentang Rindu dan Perpisahan

Bayangan Ibu di Alam Mimpi: Sebuah Kisah Tentang Rindu dan Perpisahan

Malam itu, langit Jakarta bermandikan cahaya temaram. Bulan sabit menggantung di angkasa, seperti mata yang menyaksikan bisikan hatiku. Aku terbangun dari mimpi yang aneh, mimpi yang begitu nyata hingga terasa seperti kenyataan. Di dalamnya, aku melihat Ibu.

Ibu yang selalu terlihat tegar dan penuh kasih sayang itu, kini tampak lemah dan pucat. Wajahnya dipenuhi dengan garis-garis halus yang tak pernah kusadari sebelumnya. Matanya, yang biasanya memancarkan cahaya hangat, kini redup dan kosong. Ia berbaring di ranjang rumah sakit, terbalut selimut putih yang dingin.

"Ibu…" bisikku, suara itu tercekat di tenggorokan. Aku ingin meraih tangannya, tapi tangan itu terasa dingin dan kaku. Aku ingin memeluknya, tapi tubuhnya terasa begitu ringan, seakan-akan akan melayang.

"Ibu, jangan tinggalkan aku," racau ku, air mata mengalir deras di pipiku.

Ibu hanya tersenyum lemah, senyum yang begitu familiar, namun terasa asing dalam mimpi ini. "Sudahlah, nak," ucapnya dengan suara yang parau, "Ibu sudah lelah. Biarkan Ibu pergi dengan tenang."

Kemudian, Ibu menghilang. Aku terbangun dengan jantung berdebar kencang, keringat dingin membasahi tubuhku. Mimpi itu terasa begitu nyata, begitu menyayat hati. Aku teringat pesan Ibu, "Sudahlah, nak, biarkan Ibu pergi dengan tenang."

Aku duduk di tepi ranjang, menatap langit Jakarta yang mulai terang. Rasa rindu dan kesedihan mencengkeram hatiku. Mimpi itu terasa seperti pertanda, pertanda bahwa Ibu akan meninggalkan dunia ini.


Mimpi tentang Ibu meninggal telah menghantuiku selama beberapa minggu. Aku terus menerus memikirkan arti mimpi itu, mencari jawaban di buku-buku tafsir mimpi, bertanya kepada orang-orang yang dianggap ahli.

Ada yang mengatakan mimpi itu adalah pertanda buruk, sebuah firasat tentang kematian. Ada pula yang berpendapat bahwa mimpi itu hanyalah bunga tidur, sebuah refleksi dari ketakutan dan kerinduan yang terpendam di dalam diriku.

Aku tak tahu harus percaya pada siapa. Aku hanya merasa gelisah, takut kehilangan Ibu, takut akan kenyataan yang mungkin akan datang.

Aku mencoba untuk menenangkan diri. Aku mengingat masa kecilku, masa-masa indah yang kuhabiskan bersama Ibu. Aku teringat bagaimana Ibu selalu ada untukku, menemaniku dalam suka dan duka, memberikan kasih sayang dan dukungan tanpa henti.

Aku ingat bagaimana Ibu mengajariku membaca, menulis, dan berhitung. Aku ingat bagaimana Ibu selalu memasak makanan kesukaanku, meskipun dirinya sendiri tak pernah makan dengan lahap. Aku ingat bagaimana Ibu selalu menenangkan hatiku ketika aku merasa sedih, memberikan semangat ketika aku merasa putus asa.

Ibu adalah segalanya bagiku. Ia adalah matahari yang menerangi hidupku, bintang yang menuntun langkahku, pelabuhan yang menenangkan jiwaku.

Aku sadar, kehilangan Ibu adalah hal yang paling menakutkan dalam hidupku. Bayangan akan kepergiannya membuatku merasa takut, merasa rapuh, merasa kehilangan arah.

Namun, aku juga sadar bahwa hidup ini tak selamanya indah. Ada kalanya kita harus berhadapan dengan kenyataan pahit, termasuk kenyataan tentang kematian.


Beberapa hari kemudian, aku mendapat telepon dari adikku. Suaranya gemetar, matanya berkaca-kaca. "Kak, Ibu… Ibu…"

Aku terdiam, jantungku berdebar kencang. "Ibu apa, Dik?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Ibu…" adikku terisak, "Ibu… meninggal."

Artikel Terkait Bayangan Ibu di Alam Mimpi: Sebuah Kisah Tentang Rindu dan Perpisahan

Dunia terasa berhenti berputar. Rasa sakit yang tak tertahankan menghantam tubuhku. Aku terduduk lemas, air mata mengalir deras di pipiku.

Mimpi itu akhirnya menjadi kenyataan. Ibu yang selalu kuanggap kuat dan tak terkalahkan, akhirnya pergi meninggalkan dunia ini. Aku merasa kehilangan, merasa kosong, merasa tak berdaya.

Namun, di tengah kesedihan yang mendalam, aku juga merasa tenang. Aku merasa Ibu pergi dengan tenang, tanpa rasa sakit. Aku merasa Ibu sudah tidak lagi menderita.

Aku teringat pesan Ibu dalam mimpi, "Sudahlah, nak, biarkan Ibu pergi dengan tenang." Pesan itu seakan-akan menjadi sebuah pengantar, sebuah tanda bahwa Ibu sudah siap untuk melepaskan ikatan duniawi dan kembali ke sang pencipta.


Perpisahan adalah hal yang tak terelakkan. Setiap pertemuan pasti akan berakhir dengan perpisahan. Namun, rasa kehilangan itu takkan pernah hilang begitu saja. Ia akan terus terukir di dalam hati, menjadi sebuah kenangan yang tak terlupakan.

Mimpi tentang Ibu meninggal mungkin hanya sebuah mimpi, sebuah refleksi dari ketakutan dan kerinduan yang terpendam di dalam diriku. Namun, mimpi itu telah mengajarkan aku tentang arti kehidupan, tentang arti kehilangan, dan tentang arti cinta.

Ibu, aku akan selalu merindukanmu. Aku akan selalu mengingat semua kebaikanmu, semua kasih sayangmu, semua pengorbananmu. Aku akan terus berusaha untuk menjadi anak yang baik, anak yang membanggakanmu.

Aku tahu, Ibu selalu ada di sisiku, meskipun tak terlihat. Jiwamu akan selalu menuntun langkahku, kasih sayangmu akan selalu menghangatkan hatiku.

Terima kasih, Ibu, untuk segalanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *